Minggu, 26 Agustus 2012

Bintang Kecilku


Kutatap gelapnya langit malam
Cahaya semu datang menghampiri
Dengan jutaan harum wewangian
Memberikan ketenangan dalam kalbu
Membuat didri ini tak mau pergi

Bintang kecil itu datang menemani
Tawarkan cahaya keindahan
Memberikan kehangatan
Membawakan kesejukan dalam jiwa
Untuk sebuah ikatan yang abadi

Sejenak ku bertanya
Apa yang terjadi dalam diri ?
Ribuan harapan yang semu
Datang menghampiri benakku
Hingga ku terlarut dalam mimpi

Yaa Allah….
Jagalah bintang kecil itu
Jangan biarkan cahayanya redup
Biarkan dia tetap bersinar
Tuk temani kegelapan.

( Sebuah persembahan karya dari seorang Kakak )
_Februari 2011

Bintang Kecilku

Kutatap gelapnya langit malam
Cahaya semu datang menghampiri
Dengan jutaan harum wewangian
Memberikan ketenangan dalam kalbu
Membuat didri ini tak mau pergi

Bintang kecil itu datang menemani
Tawarkan cahaya keindahan
Memberikan kehangatan
Membawakan kesejukan dalam jiwa
Untuk sebuah ikatan yang abadi

Sejenak ku bertanya
Apa yang terjadi dalam diri ?
Ribuan harapan yang semu
Datang menghampiri benakku
Hingga ku terlarut dalam mimpi

Yaa Allah….
Jagalah bintang kecil itu
Jangan biarkan cahayanya redup
Biarkan dia tetap bersinar
Tuk temani kegelapan.

( Sebuah persembahan karya dari seorang Kakak )
_Februari 2011

Sabtu, 25 Agustus 2012

Kupu-Kupu Dakwah


Jilbab untuk Bunga Syurga



            Seperti bunga yang bersemi. Ya.. aku adalah seorang wanita biasa yang baru mengenal indahnya menjadi seorang wanita muslim. Setahun yang lalu, dengan segala kemantapan diri dan hati, aku membulatkan takad untuk menjadi Mu’alaf. Dulunya aku seorang atheisme. Tak ada pegangan hidup, tak ada arah dan tujuan kemana aku harus melangkah, hiduppun seakan berada dipadang yang tandus dengan rasa dahaga yang tak bertepi. Tapi Alhamdulillah, setelah aku bertemu dengan seorang lelaki yang mungkin satu-satunya orang yang peduli kepadaku saat itu, hidupkupun berubah.
            “Indra Azzam” itulah nama yang kini telah merubah hidupku ke arah yang lebih terarah, mengenalkan aku tentang Islam sebagai agama yang Haq yang kini mulai aku cintai.
“Mbak Zahra, kita shalat Ashar berjama’ah yuk mbak !” ajak Fatimah yang tak kusadar sedari tadi berada disampingku. Ya, namaku Siti Zahra, itu adalah nama hijrah pemberian Fatimah dan Azzam untukku, dulunya namaku adalah Clara Zeze. Fatimah adalah adik dari mas Azzam. Aku kini tinggal dengannya untuk mempelajari Islam yang mungkin sangat awam bagiku. Ia seorang ustadzah muda bagiku, ia juga aktif untuk menyampaikan dakwah Islam di kampusnya.
            “Iya Fatimah, mari kita ambil wudhu.” Ucapku
            Kami berdua kemudian shalat Ashar berjama’ah. Selepas shalat , akupun mengambil Al-Qur’an untuk membacanya dengan bimbingan Fatimah. Dengan begitu sabar, Fatimah mengajarkanku mengenal dan membaca ayat-ayat Allah sedikit demi sedikit. Suaranya yang lembut membuat hatiku bergetar kala ia membaca ayat-ayat Allah.
            “Alhamdulillah, sekarang mbak Zahra udah semakin lancar membaca Al-Qur’an-nya.” Ucap gadis cantik yang sangat penyayang ini.
            “Ini semua kan karena bimbingan Fatimah. Tanpa bimbingan dari Fatimah, mbak mungkin tak tahu apa-apa. Semoga Allah panjangkan umurmu wahai ustadzah shalehah.” Ucapku.
“Aamiin yaa Rabbi.. mbak Zahra ini bisa saja, aku belum pantas dipanggil ustadzah toh mbak. Ilmuku masih tak seberapa.” Jawabnya merendah.
“Tapi Fatimah tetap menjadi seorang ustadzah dan tauladan bagi mbak, ustadzah cantik pula.” Kataku memuji. Ia hanya tersenyum dengan amat manis.
            Kemudian kami berdua hanyut dalam pembicaraan mengenai Islam, sampai aku memberanikan diri untuk bertanya mengenai jilbab, karena aku belum bisa mengenakan jilbab sampai sekarang walaupun  Fatimah sering memintaku untuk itu.
“Mmm.. Fatimah..” Ucapku ragu-ragu
“Kenapa mbak?” Tanya Fatimah heran
“Mmm.. mbak terlambat nggak kalau mau mengenakan jilbab?”
“Subhanallah, mbak Zahra mau mengenakan jilbab? Gak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan dan kebaikan. Mari kenakan hijab itu, mbak !” Jawabnya dengan begitu semangat.
“Iya Fatimah, mbak kini sudah mantap untuk mengenakan jilbab. Dan mulai saat ini, Insya Allah mbak akan istiqomah mengenakan jilbab.” ucapku dengan penuh keyakinan.
            Malam harinya, setelah melaksanakan shalat Isya, Fatimah menghampiriku yang tengah merapikan jilbab yang kukenakan.
“Subhanallah, mbak Zahra tambah cantik dengan jilbab. Oya mbak Zahra, Fatimah ingin bicara.” Katanya dengan lembut
“Kenapa Fatimah? Silakan bicaralah sayang, tak biasanya Fatimah seperti ini.” Tanyaku heran
“Fatimah ingin menyampaikan amanah, mbak. Tadi mas Azzam telpon Fatimah, menanyakan perkembangan mbak Zahra, Ima bilang mbak sudah mengenakan jilbab sekarang. Dan subhanallah, mas Azzam sangat senang mendengarnya. Dan…..” Iapun berhenti berbicara
“Dan apa Fatimah?” Akupun semakin heran, sedangkan Fatimah hanya tersenyum. Iapun melanjutkan kembali pembicaraan
“Dan ini saatnya, Fatimah menyampaikan ini untuk mbak Zahra, setelah menunggu sekian lama kiranya.”
Fatimah memberikan sebuah kotak berwarna biru muda yang sedikit usang, mungkin karena terlalu lama disimpan. Akupun penasaran untuk membuka kotak tersebut. Dan akupun segera membukanya. Sebuah jilbab berwarna putih tersimpan rapi didalamya. “cantik” gumamku dalah hati. Belum usai, ternyata disana tersimpan pula sebuah kotak suara. Kemudian kuambil dan kunyalakan…
“Assalamu’alaikum Zahra…”
Masya Allah, suaranya kukenal. Ya, itu suara mas Azzam, suara yang aku rindukan.
“Semoga engkau dalam keadaan baik, semoga iman dan Islam-mu senantiasa Allah Ridhoi.
Sebelumnya aku mau minta maaf..
Setelah keIslamanmu kau mantapkan dalam hati dan kau ucapkan dengan lisan. Aku sangat bersyukur dengan semua itu..
Tapi maafkan aku, karena setelah itu, aku langsung pergi berkelana mencari ilmu. Sedangkan kau aku titipkan kepada adikku, Fatimah..
Zahra.. aku menitipakn kotak ini kepada Fatimah sehari sebelum aku berangkat ke Khairo, Mesir. Dengan harapan kau sudah mengenakan jilbab..
Dan inilah saatnya….
Dengan mengharap Ridho Allah.. jika kamu berkenan,
Tunggu aku diperbatasan waktu untuk sama-sama mengejar syurga Allah..
Aku tak tahu sampai kapan aku disini
Aku mungkin harus mencari ilmu dengan waktu yang lama
Aku harap.. jika kamu bersedia, kamu bisa bersabar menungguku
Andai kau tak ingin, aku ralakan.. itu semua adalah pilihanmu..
Semoga kelak Allah pertemukan kita kembali
Jika kita tak bertemu disini,,
Semoga Allah pertemukan kita di syurga
Dan kau tersenyum disana..
Bagaikan bunga syurga yang Allah jaga keindahannya..
Yang hanya permatalah yang bisa melihatnya,,
Salam Rindu, wahai Siti Zahra..
            Akupun menangis bahagia mendengar semua itu. Kemudian aku mantapkan hati dan berkata kepada Fatimah.
“Fatimah.. sampaikan pada mas Azzam, bahwa aku bersedia. Tak peduli berapa lama aku harus menunggu. Aku hanya berharap, jika aku kelak menjadi bunga syurga, itu karena tekadlah yang menanam dan menjaganya.”
“Subhanallah walhamdulillah.. Akan segera Ima sampaikan pada mas Azzam. Semoga Allah senantiasa menjaga jilbab untuk bunga syurga hingga kalian bertemu indah pada waktunya.” Ucap Fatimah penuh syukur.
Kamipun terlarut dalam tangis bahagia.

(Kupu-Kupu Dakwah)
_16 Agustus 2012

Jilbab untuk Bunga Syurga
            Seperti bunga yang bersemi. Ya.. aku adalah seorang wanita biasa yang baru mengenal indahnya menjadi seorang wanita muslim. Setahun yang lalu, dengan segala kemantapan diri dan hati, aku membulatkan takad untuk menjadi Mu’alaf. Dulunya aku seorang atheisme. Tak ada pegangan hidup, tak ada arah dan tujuan kemana aku harus melangkah, hiduppun seakan berada dipadang yang tandus dengan rasa dahaga yang tak bertepi. Tapi Alhamdulillah, setelah aku bertemu dengan seorang lelaki yang mungkin satu-satunya orang yang peduli kepadaku saat itu, hidupkupun berubah.
            “Indra Azzam” itulah nama yang kini telah merubah hidupku ke arah yang lebih terarah, mengenalkan aku tentang Islam sebagai agama yang Haq yang kini mulai aku cintai.
“Mbak Zahra, kita shalat Ashar berjama’ah yuk mbak !” ajak Fatimah yang tak kusadar sedari tadi berada disampingku. Ya, namaku Siti Zahra, itu adalah nama hijrah pemberian Fatimah dan Azzam untukku, dulunya namaku adalah Clara Zeze. Fatimah adalah adik dari mas Azzam. Aku kini tinggal dengannya untuk mempelajari Islam yang mungkin sangat awam bagiku. Ia seorang ustadzah muda bagiku, ia juga aktif untuk menyampaikan dakwah Islam di kampusnya.
            “Iya Fatimah, mari kita ambil wudhu.” Ucapku
            Kami berdua kemudian shalat Ashar berjama’ah. Selepas shalat , akupun mengambil Al-Qur’an untuk membacanya dengan bimbingan Fatimah. Dengan begitu sabar, Fatimah mengajarkanku mengenal dan membaca ayat-ayat Allah sedikit demi sedikit. Suaranya yang lembut membuat hatiku bergetar kala ia membaca ayat-ayat Allah.
            “Alhamdulillah, sekarang mbak Zahra udah semakin lancar membaca Al-Qur’an-nya.” Ucap gadis cantik yang sangat penyayang ini.
            “Ini semua kan karena bimbingan Fatimah. Tanpa bimbingan dari Fatimah, mbak mungkin tak tahu apa-apa. Semoga Allah panjangkan umurmu wahai ustadzah shalehah.” Ucapku.
“Aamiin yaa Rabbi.. mbak Zahra ini bisa saja, aku belum pantas dipanggil ustadzah toh mbak. Ilmuku masih tak seberapa.” Jawabnya merendah.
“Tapi Fatimah tetap menjadi seorang ustadzah dan tauladan bagi mbak, ustadzah cantik pula.” Kataku memuji. Ia hanya tersenyum dengan amat manis.
            Kemudian kami berdua hanyut dalam pembicaraan mengenai Islam, sampai aku memberanikan diri untuk bertanya mengenai jilbab, karena aku belum bisa mengenakan jilbab sampai sekarang walaupun  Fatimah sering memintaku untuk itu.
“Mmm.. Fatimah..” Ucapku ragu-ragu
“Kenapa mbak?” Tanya Fatimah heran
“Mmm.. mbak terlambat nggak kalau mau mengenakan jilbab?”
“Subhanallah, mbak Zahra mau mengenakan jilbab? Gak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan dan kebaikan. Mari kenakan hijab itu, mbak !” Jawabnya dengan begitu semangat.
“Iya Fatimah, mbak kini sudah mantap untuk mengenakan jilbab. Dan mulai saat ini, Insya Allah mbak akan istiqomah mengenakan jilbab.” ucapku dengan penuh keyakinan.
            Malam harinya, setelah melaksanakan shalat Isya, Fatimah menghampiriku yang tengah merapikan jilbab yang kukenakan.
“Subhanallah, mbak Zahra tambah cantik dengan jilbab. Oya mbak Zahra, Fatimah ingin bicara.” Katanya dengan lembut
“Kenapa Fatimah? Silakan bicaralah sayang, tak biasanya Fatimah seperti ini.” Tanyaku heran
“Fatimah ingin menyampaikan amanah, mbak. Tadi mas Azzam telpon Fatimah, menanyakan perkembangan mbak Zahra, Ima bilang mbak sudah mengenakan jilbab sekarang. Dan subhanallah, mas Azzam sangat senang mendengarnya. Dan…..” Iapun berhenti berbicara
“Dan apa Fatimah?” Akupun semakin heran, sedangkan Fatimah hanya tersenyum. Iapun melanjutkan kembali pembicaraan
“Dan ini saatnya, Fatimah menyampaikan ini untuk mbak Zahra, setelah menunggu sekian lama kiranya.”
Fatimah memberikan sebuah kotak berwarna biru muda yang sedikit usang, mungkin karena terlalu lama disimpan. Akupun penasaran untuk membuka kotak tersebut. Dan akupun segera membukanya. Sebuah jilbab berwarna putih tersimpan rapi didalamya. “cantik” gumamku dalah hati. Belum usai, ternyata disana tersimpan pula sebuah kotak suara. Kemudian kuambil dan kunyalakan…
“Assalamu’alaikum Zahra…”
Masya Allah, suaranya kukenal. Ya, itu suara mas Azzam, suara yang aku rindukan.
“Semoga engkau dalam keadaan baik, semoga iman dan Islam-mu senantiasa Allah Ridhoi.
Sebelumnya aku mau minta maaf..
Setelah keIslamanmu kau mantapkan dalam hati dan kau ucapkan dengan lisan. Aku sangat bersyukur dengan semua itu..
Tapi maafkan aku, karena setelah itu, aku langsung pergi berkelana mencari ilmu. Sedangkan kau aku titipkan kepada adikku, Fatimah..
Zahra.. aku menitipakn kotak ini kepada Fatimah sehari sebelum aku berangkat ke Khairo, Mesir. Dengan harapan kau sudah mengenakan jilbab..
Dan inilah saatnya….
Dengan mengharap Ridho Allah.. jika kamu berkenan,
Tunggu aku diperbatasan waktu untuk sama-sama mengejar syurga Allah..
Aku tak tahu sampai kapan aku disini
Aku mungkin harus mencari ilmu dengan waktu yang lama
Aku harap.. jika kamu bersedia, kamu bisa bersabar menungguku
Andai kau tak ingin, aku ralakan.. itu semua adalah pilihanmu..
Semoga kelak Allah pertemukan kita kembali
Jika kita tak bertemu disini,,
Semoga Allah pertemukan kita di syurga
Dan kau tersenyum disana..
Bagaikan bunga syurga yang Allah jaga keindahannya..
Yang hanya permatalah yang bisa melihatnya,,
Salam Rindu, wahai Siti Zahra..
            Akupun menangis bahagia mendengar semua itu. Kemudian aku mantapkan hati dan berkata kepada Fatimah.
“Fatimah.. sampaikan pada mas Azzam, bahwa aku bersedia. Tak peduli berapa lama aku harus menunggu. Aku hanya berharap, jika aku kelak menjadi bunga syurga, itu karena tekadlah yang menanam dan menjaganya.”
“Subhanallah walhamdulillah.. Akan segera Ima sampaikan pada mas Azzam. Semoga Allah senantiasa menjaga jilbab untuk bunga syurga hingga kalian bertemu indah pada waktunya.” Ucap Fatimah penuh syukur.
Kamipun terlarut dalam tangis bahagia.

_16 Agustus 2012